Jumat, 13 Mei 2016

MAKALAH PERTOLONGAN PERTAMA KEGAWATDARURATAN NEONATUS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
                  Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian ibu yang cukup tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011. Diperkirakan 10.500 ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan setiap tahunnya. Pada MDGs 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) ditargetkan turun menjadi 102 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan setiap tahun 300.000 ibu di Dunia meninggal saat melahirkan. Sebanyak 99% kasus kematian ibu terjadi di Negara Berkembang,ini berdasarkan laporan terbaru dari United Nations Population Found (UNFPA) sampel study dari 58 negara di Dunia termasuk Indonesia. (Pudiastuti, 2012) Angka kematian bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (berumur 0 – 11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1 tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB disuatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. (Dinkesjatengprov, 2011) Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes. RI, 2008). Hal ini masih sangat jauh dengan angka dari pemerintah yang menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 seperti yang tercantum dan ditargetkan pada Millenium Development Goals (MDGs) (PONEK JPNK-KR, 2008; h. 108).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut penulis mendapatkan rumusan masalah :
1.      Mengetahui penanganan kegawatdaruratan neonatal dengan Asfiksia

1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan pada pertolongan pertama kegawatdaruratan neonatal dengan Asfiksia.


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
                  Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian ibu yang cukup tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011. Diperkirakan 10.500 ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan setiap tahunnya. Pada MDGs 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) ditargetkan turun menjadi 102 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan setiap tahun 300.000 ibu di Dunia meninggal saat melahirkan. Sebanyak 99% kasus kematian ibu terjadi di Negara Berkembang,ini berdasarkan laporan terbaru dari United Nations Population Found (UNFPA) sampel study dari 58 negara di Dunia termasuk Indonesia. (Pudiastuti, 2012) Angka kematian bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (berumur 0 – 11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1 tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB disuatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. (Dinkesjatengprov, 2011) Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes. RI, 2008). Hal ini masih sangat jauh dengan angka dari pemerintah yang menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 seperti yang tercantum dan ditargetkan pada Millenium Development Goals (MDGs) (PONEK JPNK-KR, 2008; h. 108).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut penulis mendapatkan rumusan masalah :
1.      Mengetahui penanganan kegawatdaruratan neonatal dengan Asfiksia

1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan pada pertolongan pertama kegawatdaruratan neonatal dengan Asfiksia.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Asfiksia
            Asfiksia Neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur  segera setelah bayi lahir. Dimana asfiksia dipengaruhi oleh faktor – faktor antara lain : faktor maternal, faktor uterus, faktor tali pusat, faktor janin, faktor plasenta .Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis persalinan, angka kejadian asfiksia neonatorum dan mengetahui hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum.
            Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo Sarwono, 2009).
2.2 Patofisiologi Asfiksia
            Asfiksia dalah keadaan bayi baru lahir tidak bernapas secara spontan dan teratur, sering kali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
2.3 Penyebab Asfiksia
            Asfiksia pada bayi baru lahir disebabkan oleh faktor ibu, faktor bayi, dan faktor tali pusat atau plasenta.
            a) Faktor ibu
1.      Preeklampsia dan eklampsia
2.      Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa dan solusio plasenta)
3.       Partus lama atau partus macet
4.       Demam sebelum dan selama persalinan
5.      Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, dan HIV)
6.      Kehamilan lebih bulan
            b) Faktor bayi
1.      Bayi kurang bulan
2.      Air ketuban bercampur  mekonium
3.      Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
            c) Faktor plasenta dan tali pusat
1.      Hematoma plasenta
2.      Lilitan tali pusat
3.      Tali pusat pendek
4.      Simpul tali pusat
5.      Prolaps tali pusat
2.4 Diagnosa Asfiksia
            Diantara diagnosis dalam penilaian Asfiksia pada bayi meliputi hal sebagai berikut :
1.      Anamnesa
2.      Gangguan atau kesulitan waktu lahir
3.      Lahir tidak menangis atau tidak bernapas
4.      Air ketuban bercampur mekonium
5.       Pemeriksaan fisik
6.      Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
7.      Denyut jantung kurang dari 100 kali permenit
8.      Kulit sianosis, pucat
9.      Tonus otot menurun
10.   Untuk diagnosis asfiksia perlu menilai skor Apgar
2.5 Hasil Penelitian Asfiksia
            Berdasarkan hasil penelitian, Hubungan Jenis Persalinan dengan Asfiksia Neonatorum di RSUD Sunan Kalijaga Demak yang diperoleh dari 1.150 data rekam medik pada ibu bersalin bulan Januari 2012 – Desember 2012, didapatkan hasil sebagai berikut:
            2.5.1 Jenis Persalinan
            Dari Tabel Distribusi frekuensi jenis persalinan di RSUD Sunan Kalijaga Demak pada       Bulan Januari 2012 - Desember 2012.
Jenis Persalinan

Frekuensi
Presentase

Spontan

787

68,4

Buatan

363

31,6

Total
1.150

100


             2.5.2 Kejadian Asfiksia Neonatorum
                        Dari Tabel  Distribusi frekuensi asfiksia di RSUD Sunan Kalijaga Demak   pada bulan Januari 2012 - Desember 2012.
Asfiksia
Frekuensi
Presentase
Vigorous baby

856

74,4

Asfiksia Sedang

242

21,0

Asfiksia Berat

52

4,5

Total
1.150
100












            2.5.3 Analisa Bivariat
            Analisa hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Sunan Kalijaga Demak pada periode bulan Januari 2012 - Desember 2012 di uji dengan SPSS 19,0 for windows.Tabel 4.3 Distribusi frekuensi hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Sunan Kalijaga pada periode Januari 2012 - Desember 2012.




asfiksia
Jenis
Persalinan

Vigorous
baby

Sedang

Berat
Total

Spontan
652
(56,7%)

12
(1,0%)

123
(10,7%)

787
(68,4%)

Buatan
204
 (23%)
119
(10,4%)

40
(3,5%)

363
(31,6%)

Total
856

(74,4%)
242

(21%)
52

(4,6%)

1.150

(100%)


2.6 Hubungan Persalinan dengan Kejadian Asfiksia
            Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa dari 1.150 responden yang diteliti, mayoritas ibu bersalin secara spontan sebanyak 787 responden (68,4%). Hal itu disebabkan karena kebanyakan responden beranggapan ingin mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan dengan keadaan yang memungkinkan responden bersalin secara spontan di RSUD Sunan Kalijaga Demak yang juga merupakan rumah sakit umum daerah yang mencanangkan program Jampersal (Jaminan Persalinan). Jenis persalinan terbagi atas persalinan spontan dan buatan (seksio saesaria, ekstraksi vakum dan ekstraksi forcep) . Pada persalinan spontan terdapat mekanisme serta tahapan persalinan yang meliputi kala I, kala II, kala III, dan kala IV dengan batas waktu maksimal 18 jam, selebihnya harus ditolong dengan persalinan buatan agar tidak terjadi gawat janin yang dapat berlanjut pada asfiksia bayi. Sedangkan persalinan buatan menggunakan alat – alat sehingga memungkinkan terjadinya asfiksia neonatorum.
            Sedangkan minoritas bersalin secara buatan sebanyak 363 ibu bersalin (31,6%). Hal ini disebabkan oleh adanya komplikasi atau keadaan yang tidak memungkinkan baik dari ibu maupun terjadinya gawat janin sehingga dilakukan persalinan secara buatan untuk menanggulangi terjadinya komplikasi pada ibu dan janin.

            2.6.1 Kejadian Asfiksia Neonatorum
            Berdasarkan tabel  menunjukkan bahwa dari 1.150 responden, mayoritas persalinan buatan menyebabkan bayi mengalami asfiksia sedang, sebesar 119             responden (10,4%), dan asfiksia berat sebanyak 40 responden (3,5%), sedangkan      persalinan spontan menyebabkan bayi mengalami asfiksia sedang sebanyak 123 responden (10,7%), sedangkan asfiksia berat sebanyak 12 responden (1,0%).
            2.6.1.1 Hubungan cara persalinan dengan asfiksia
            Berdasarkan tabel dapat diketahui dari 1.150 responden bahwa mayoritas persalinan secara buatan, bayi yang mengalami asfiksia sedang sebesar 119 responden (10,4%), dan asfiksia berat sebanyak 40 responden (3,5%).
            Sedangkan minoritas persalinan spontan, bayi yang mengalami asfiksia sedang sebanyak 123 responden (10,7%), sedangkan asfiksia berat sebanyak 12 responden (1,0%). Menurut peneliti, jenis persalinan berpengaruh besar terhadap angka kejadian asfiksia neonatorum karena pada persalinan spontan memungkinkan adanya prolapsus tali pusat, kompresi tali pusat juga adanya partus lama yang menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin yang menyebabkan tidak ada saluran udara yang akhirnya menyebabkan asfiksia neonatorum. Sedangkan pada persalinan buatan, memungkinkan adanya penggunaan alat-alat medis yang dapat menyebabkan trauma dan perdarahan intra kranial pada bayi dan menghambat sirkulasi oksigen, sesuai dengan teori yang sebelumnya.
            Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Istikomah dengan judul Hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RS Bakti Rahayu Surabaya tahun 2011 menyebutkan bahwa sebagian besar jenis persalinan di RS Bakti Rahayu adalah seksio sesarea (74,42%), dan sebagian besar bayi baru lahir tersebut mengalami asfiksia. Istikomah juga menyebutkan ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.
            Menurut Wiknjosastro (2008), asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas dan pengangkutan O2 dari ibu ke janin, sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 dan dapat berakibat O2 tidak cukup dalam darah disebut hipoksia dan CO2 tertimbun dalam darah disebut hiperapnea. Akibatnya dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolic karena mengalami metabolisme yang anaerob serta juga dapat terjadi hipoglikemia.
            Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi diisi dengan cairan paru – paru janin. Cairan Paru – paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus masuk ke dalam par – paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru – paru, upaya pernapasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari pada tekanan untuk pernapasan berikutnya berhasil. (Prawirohardjo, 2009)
            Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada yaitu pada kehamilan spontan dapat terjadi asfiksia karena ada penekanan saat terjadi mekanisme persalinan berlangsung, meliputi : engagement, penurunan kepala, fleksi, rotasi dalam, ekstensi, rotasi luar dan ekspulsi (Sumarah, 2009).
            Asfiksia pada persalinan spontan disebabkan karena adanya dari faktor maternal (hipotensi, syok maternal, malnutrisi), faktor uterus (kontraksi memanjang, gangguan vaskuler), faktor tali pusat (prolapses dan penumbungan tali pusat), dan faktor plasenta (degenerasi vaskuler, solusio plasenta). (JNPK-KR, 2008) Penyebab terjadinya asfiksia karena adanya persalinan dengan tindakan, dimana digunakan alat dan adanya penggunaan obat bius dalam operasi. Salah satu faktor penyebab terjadinya asfiksia adalah perdarahan intracranial yang menyebabkan terganggunya proses sirkulasi oksigen ke otak. (Prawirohardjo, 2009)
            Pada kondisi yang sangat ekstrim, anestesi umum dapat dilakukan jauh lebih cepat dari pada anestesi spinal dan juga mempunyai efek yang menguntungkan apabila ibu mengalami syok. Pada kondisi dimana anestesi tidak perlu diberikan secara tergesa – gesa (waktu untuk melahirkan bayi 30 menit), dapat dilakukan anestesi spinal oleh tenaga anaesthetis yang kompeten untuk meminimalisasi resiko pada ibu danbayi (JNPK – KR PONEK, 2008).
            Menurut peneliti, jenis persalinan berpengaruh besar terhadap angka kejadian asfiksia neonatorum karena pada persalinan spontan memungkinkan adanya prolapsus tali pusat, kompresi tali pusat juga adanya partus lama yang menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin yang menyebabkan tidak ada saluran udara yang akhirnya menyebabkan asfiksia neonatorum. Sedangkan pada persalinan buatan, memungkinkan adanya penggunaan alat-alat medis yang dapat menyebabkan trauma dan perdarahan intra kranial pada bayi dan menghambat sirkulasi oksigen, sesuai dengan teori yang sebelumnya.

2.7 Langkah Pencegahan Asfiksia
            Sebetulnya asfiksia pada bayi baru lahir dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut.
1.      Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
2.       Meningkatkan status nutrisi ibu,
3.      Manajemen persalinan yang baik dan benar ( persalinan yang bersih dan aman), dan
4.      Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik dan benar sesuai dengan standar.
2.8 Penanganan Awal dan Lanjutan Asfiksia
            2.8.1 Resusitasi
a. Begitu bayi lahir tidak mengangis,maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari :
1.      Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
2.      Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
3.      Isap lendir dari mulut bayi kemudian hidung
4.      Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki bayi dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.
5.      Reposisi kepala janin
6.      Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
 b. Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali permenit.
1.      Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
2.      Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung 60 x/menit lanjutnkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
3.      Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung.
4.      Bila denyut jantung < 60 kali /menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada
5.      Bila denyut jantung > 60 kali/menit, kompresi dada dihentikan dan VTP dilanjutkan

Apabila tindakan kedua dari resusitasi tidak juga berhasil segera lakukan rujukan ketempat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan bidan tetap menemani ketempat pelayanan rujukan tersebut.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
      Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo Sarwono, 2009).                
      Kasus kegawatdaruratan neonatal (Asfiksia) apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian pada bayi, mengingat manifestasi klinik kasus gawat darurat mudah dikenali tergantung pengetahuan kemampuan daya berpikir dan daya analisis serta pengalaman bidan dalam menangani kasus asfiksia ringan apabila asfiksia ringan berlanjut menajadi asfiksia berat segera lakukan rujukkan.

3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswi lebih memahami penanganan kegawatdaruratan pada neonatal dilapangan dan juga kepada instuti pelayanan dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas serta dapat memberikan penanganan dengan cepat dan tepat.

                 







DAFTAR PUSTAKA
Prawiro Hardjo Sarwono, 2009.Ilmu Kebidanan.jakarta : EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar