Senin, 09 Mei 2016

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL (HEMORRHAGIA POST PARTUM)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.

1.2   Tujuan Penulisan
Dari latar belang di atas, dapatdirumaskan beberapa rumusaman masalah, yaitu:
1.                  Apa defenisi HPP ?
2.                  Apa saja jenis – jenis HPP ?
3.                  Apa Penyebab HPP ?
4.                  Apa Patofisiologi HPP ?
5.                  Apa Tanda – Tanda HPP ?
6.                  Penatalaksanaan HPP Berdasarkan Jenisnya?
7.                  Pencegahan HPP ?
8.                  Asuhan Kebidanan Pada Pasien HPP ?

1.3  Manfaat
1.                  Mengetahui Apa defenisi HPP ?
2.                  Mengetahui  Apa saja jenis – jenis HPP ?
3.                  Mengetahui Apa Penyebab HPP ?
4.                  Mengetahui Apa Patofisiologi HPP ?
5.                  Mengetahui Apa Tanda – Tanda HPP ?
6.                  Mengetahui Penatalaksanaan HPP Berdasarkan Jenisnya?
7.                  Mengetahui Pencegahan HPP ?
8.                  Mengetahui Asuhan Kebidanan Pada Pasien HPP ?













BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1  Defensi Haemoroghia Post Partum (HPP)
HPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir (Sarwono, 2010). 
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
 Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).

2.2  Jenis – Jenis Haemoraghia Post Post Partum (HPP)
Berdasarkan saat terjadinya HPP dapat dibagi menjadi:
1.                  Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama (Sarwono, 2010).

2.                  Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal (Sarwono, 2010).



2.3  Insiden HPP
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di Negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:
                              1.            Atonia uteri 50 – 60 %
                              2.            Sisa plasenta 23 – 24 %
                              3.            Retensio plasenta 16 – 17 %
                              4.            Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
                              5.            Kelainan darah 0,5 – 0,8 %
Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas serta tensi  < 90 mmHg dan nadi  > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46%) sertafertilitas tranfusi darah yang masih terbatas menyebkan HPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi. HPP bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari kausalnya. Misalnya HPP karena atonia uteri, HPP karena robekan jalan lahir, HPP oleh karena sisa plasenta, atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan pada HPP bisa Bnyak, bergumpal – gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merermbes sedikit demi sekikit tanpa henti.
Pada awalnya wanita hamil yang normatensi akan menunjukkan kenaikan tekanan darah sebagai respon terhadap kehilangan darah yang terjadi pada wanita hamil dengan eklamsia akan sangat peka terhadap HPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravaskuler,sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda – tanda syok.
HPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68 – 73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82 – 88% dalam 2 minggu setelah bayi lahir (Sarwono, 2010). 

2.4  Penyebab HPP
1.                  Atonia ueri
Atonia ueri adalah keadaan lemanhya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkab uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah lahir (Sarwono, 2010).
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).

2.                  Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, karena versi ekstraksi.
Robekn yang terjadi bida ringan ( lecet, laserasi), luka episiotomy, robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perineum totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah skitar klitorisdan uretra bahkan, yang terberat, ruptura uteri (Sarwono, 2010).

3.                  Ratensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Wiknjosastro, 2005). Hal tersebut disebabkan:
1.      Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2.      Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :
1.        Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
2.        Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
3.        Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

4.                  Inversi Uterus
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inverse uterus. Inverse uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit (Sarwono, 2010).

5.                  Sisa Plasenta
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus.




2.5  Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

2.6  Tanda – tanda HPP  dan penatalaksanannya
2.6.1 Atonia Uteri
1.      Pengertian
 ueri adalah keadaan lemanhya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkab uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah lahir (Sarwono, 2010).
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).

2.      Tanda – tanda HPP pada Atonia Uteri
Diagnosa ditegakkan bila bayi dan plasenta lahir ternyat perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saait itu juga masih ada darah sebanyak 500  – 1.000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah (sarwono, 2010).


3.      Penatalaksanan dan Pencegahan Atonia Uteri
Banyak darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovelemik. Pada umunya dilakukan secara stimulatan (bila pasien syok) hal –  hal sebagai berikut:
                                                                  1.            Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
                                                                  2.            Masase fundus uteri dan merangsang putting susu
                                                                  3.            Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM, IV, atau SC.
                                                                  4.            Memberikan derivat prostaglandin F2 alfa (carboprost tromethamine) yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual– muntah, fibris, dan takikardia.
                                                                  5.            Pemberian misoprostol 800 – 1.000 ug per-rektal.
                                                                  6.            Kompresi bimanual eksternal
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
                                                                  7.             Kompresi bimanual internal
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
                                                                  8.            Kompresi aorta abdominalis
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
                                                                  9.            Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambungkan dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan di isi cairan infuse 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.
                                                              10.            Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero- vaginal tidak dianjurkan dan hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan (Sarwono, 2010).

2.6.2        robekan jalan lahir
1.   Pengertian
Robekan alan ahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, karena versi ekstraksi.
Robekn yang terjadi bida ringan ( lecet, laserasi), luka episiotomy, robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perineum totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah skitar klitorisdan uretra bahkan, yang terberat, ruptura uteri (Sarwono, 2010).

2.      Tanda – tanda HPP pada Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena.




3.      Penatalaksanan dan Pencegahan Robekan Jalan Lahir
Robekan  yang terjadi bisa ringan
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomy, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptura perinea totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saatbkontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan dan serviks dengan memakai speculum untuk mencari sumber perdarahan dengan cii warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Semua sumber perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anastesi local, penerangan lampu yang cukup serta speculum dan memperhatikan kedalaman luka.

2.6.3        Ratensio plasenta
1.      Pengertian
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Wiknjosastro, 2005)

2.      Tanda – tanda HPP pada Ratensio plasenta
Sisa plasenta diduga bila kala uri berlangsung tidak lancer, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum (Sarwono, 2010).



3.      Penatalaksanan dan Pencegahan Ratensio plasenta
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Perikasa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan tekhnik aseptic untuk memasukkan kateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi at6au steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali melakukan penegangan tali pusat dan tekanan doso cranial. Lakukan rujukan apabila setelah 30 menit plasenta belum lepas. Tetapi apabila fasilitas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian timbul perdarahan maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual.
Plasenta Manual
Prosedur melakukan plasenta manual:
1.      Persiapan:
a.      Pasang set dan cairan infuse.
v  Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
v  Lakukan anestesi verbal atau anaestesi perrectal.
v  Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.
2.      Tindakan penetrasi ke dalam cavum uteri:
a.       Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
b.      Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
c.       Secara obstetric, masukkan tangan lainnya (pngguna tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
d.      Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penoilong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
e.       Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat imnplantasi plasenta.
f.       Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-kjari lain saling merapat).

3.      Melepas plasenta dari dinding Uterus.
g.       Tentukan inplantasi plasenta, temukan tepi plasenta palinag bawah.
h.      Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kri sambil digeserkan ke atasa (cranial Ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari diding uterus.

4.      Mengeluarkan Plasenta
i.        Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
j.         Pindahkan tangan luar dari fundus ke suprta simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penoiolong untuk menarik tali pusat sambil tanmgan dalam memvawa plasenta keluar. (hindari terjadinya percikan darah).
k.      Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasinfisis) uterus kea rah dorso cranial setelah plasdenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.

5.      Pencegahan Infeksi Pascatindakan
l.        Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.
m.    Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
n.      Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
o.      Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

                                          6.      Pemantauan Pascatindakan
                                          p.      Periksa kembali tanda vital ibu.
                                          q.      Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
                  r.        Tulliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperluikan dan                  asuhan lanjut.             
  s.       Beritahukan kepada ibu dan keluarganya bahwa bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
                                          t.        Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan

2.6.4        Inversi Uteri
1.      Pengertian
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inverse uterus. Inverse uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit (Sarwono, 2010).

2.      Tanda – tanda HPP pada Inversi Uteri
a.       Syok karena kesakitan.
b.      Perdarahan banyak bergumpal.
c.       Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.
d.      Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil  akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
(Sarwono, 2010).

3.      Penatalaksanaan
Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
a.       Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat.
b.      Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSo4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendoorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya, hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
c.       Di dalam uterus plasenta dilepaskan secaara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uteronika lewat infuse atau IM. Tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru di lepaskan.
d.      Pemberian antibiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya.
e.       Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan maneuver diatas tdak bisa dikerjakan, dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengami infeksi dan nekrosis (Sarwono, 2010).
Catatan: (Batas kerja bidan sampai pasang infuse, dan lakukan rujukan).

2.6.5        Sisa Plasenta
                                                                  1.            Pengertian
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
                                                                  2.            Tanda – tanda HPP sisa plasenta
a.       Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap.
b.      Perdarahan segera.
c.       Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang.

                                                                  3.            Penatalaksanaan
a.      Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
b.      Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.
c.       Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana.

2.7      Pencegahan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan sesuai prosedur dan tidah teburu-buru.

Penanganan umum pada perdarahan postpartum:
                                        1.            Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
                                        2.            Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan)
                                        3.            Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pascapersalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
                                        4.            Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
                                        5.            Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
                                        6.            Atasi syok
                                        7.            Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
                                        8.            Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
                                        9.            Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
                                    10.            Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
                                    11.            Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.



2.8 Asuhan Kebidanan Pada Pasian HPP
                                        1.            Memberitahukan ibu hasil pemeriksaan.
                                        2.             Jelaskan kondisi ibu saat ini .
a.       Jelaskan bahwa ibu sedang mengalami perdarahan setelah bersalin.
b.      Berikan dukungan emosional agar ibu dan keluarga tidak cemas.
                                        3.            Kolaborasi dengan dokter untuk:
a.      Pemberian infus dan transfusi.
b.      Terapi obat-obatan.
c.       Melakukan tindakan eksplorasi untuk mengeluarkan plasenta.
                                        4.            Anjurkan ibu untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya.
a.       Anjurkan ibu untuk makan makanan bergizi
b.      Jelaskan pada ibu pentingnya nutrisi bagi ibu yang baru melahirkan.
                                        5.            Anjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene.
a.       Jelaskan pada ibu pentingnya personal hygiene .
b.      Anjurkan ibu teknik vulva hygiene.
                                        6.            Menjelaskan pada ibu pentingnya nutrisi makanan sehat terutama sayu-sayuran yang berwarna hijau, protein (daging dan ikan), untuk pemulihan kondisi ibu dan bayi dengan produksi ASI yang dihasilkan maka nurisi bayi akan terpenuhi.
                                        7.             Ajarkan ibu bagaimana cara atau teknik menyusui yang baik dan benar
                                        8.            Mengajarkan ibu post natal breastcare dengan massase pada payduara dan kompres panas dingin pada daerah payudara, diharapkan ASI akan keluar dengan lancer jika ASI nya tidak mau keluar.
                                        9.            Jelaskan tentang kebutuhan nutrisi ibu menyusui bahwa ibu menyusui lebih banyak memerlukan nutrisi dan gizi dibandingkan pada saat hamil karena untuk kebutuhan ibu sendiri (proses involusi) dan juga untuk memenuhi kebutuhan bayi yang hanya bergantung pada ASI ibu.
                                    10.            Anjurkan ibu unuk tetap menjaga luka laserasi agar tidak lembab.
                                    11.            Ganti pakaian dalam dan bra ketika lembab.
                                    12.            Anjurkan  kunjungan ulang berikutnya jika ada keluhan pada ibu.

BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
HPP adalah perdarahan yang melebuhi 500 ml setelah bayi lahir (Sarwono, 2010).  Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta.
Berdasarkan saat terjadinya HPP dapat dibagi menjadi:
Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama (Sarwono, 2010).
Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal (Sarwono, 2010).
Insiden yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965 – 1669) di R.S Pimgadi di Medan adalh 5,1 % dari seluruh persalinan. Dari laporan baik di Negara maju maupun di Negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5 % sampai 15% .
                        Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:
a.      Atonia uteri 50 – 60 %
b.      Sisa plasenta 23 – 24 %
c.       Retensio plasenta 16 – 17 %
d.      Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
e.       Kelainan darah 0,5 – 0,8 %
Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas serta tensi  < 90 mmHg dan nadi  > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.

3.2        Saran
                                          1.            Bagi mahasiswa
Mahasiswa hendaknya dapat mengaplikasikan antara ilmu pengetahuan logika dan ilmu dalam melaksanakan dan menerapkan asuhan kebidanan yang baik dan benar.
                                          2.            Bagi latihan praktek
Dapat menyesuaikan antara teori dan praktek terutama dalam asuhan kebidanan pada ibu nifas, dapat meningkatkan pelayanan terutama dalam mencegah kematian pada ibu
                                          3.            Bagi institusi pendidikan
Dapat menambah wawasan tentang asuhan kebidanan dan dapat memperbanyak dan menggandakan sebagian fasilitas perpustakaan.

     












DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.








1 komentar:

  1. Seminole Hard Rock Hotel and Casino Hollywood - Mapyro
    Find your way around the 성남 출장마사지 casino, find where everything is located 성남 출장안마 with Mapyro. 동해 출장마사지 Browse through 1477 Seminole Hard Rock Hotel and Casino Hollywood 창원 출장샵 locations 안성 출장마사지 and

    BalasHapus